Friday 23 January 2015

beberapa faktor kenakalan pelajar / remaja


1. Kawan Sepermainan
Di kalangan pelajar, memiliki banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki teman dari kalangan terbatas. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya membanggakan si pelajar saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu . Namun jika si anak akan mengikuti tetapi tidak mempunyai modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka pelajar kemudian akan melarikan rasa kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, orangtua para pelajar hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar. Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
2. Pendidikan
Memberikan pendidikan yang sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak. Ketika anak memasuki usia sekolah terutama perguruan tinggi, orangtua hendaknya membantu memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya, bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah satu pengguna obat-obat terlarang.
3. Penggunaan Waktu Luang
Kegiatan di masa pelajar sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si pelajar akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si pelajar melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu.
Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para pelajar untuk menarik perhatian lingkungannya. Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si pelajar, akhirnya mereka terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus.
Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan pelajar, ada baiknya pula orangtua ikut memikirkannya pula. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki pelajar dapat diisi dengan kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara dari hati ke hati.

4. Uang Saku
Orangtua hendaknya memberikan teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan kerja dan keringat. Pelajar atau anak hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang. Pemberian uang saku kepada pelajar memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
1. Anak menjadi boros
2. Anak tidak menghargai uang, dan
3. Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa kepandaian pun uang gampang di dapat.
5. Perilaku Seksual
Pada saat ini, kebebasan bergaul sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para pelajar dengan bebas dapat bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum, para pelajar saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya. Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa pelajar. Pacar, bagi mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di kalangan pelajar kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar.
Pengertian pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak pelajar yang putus sekolah karena hamil. Oleh karena itu, dalam masa pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang bermanfaat. Orangtua hendaknya memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan kemoralan yang sesuai dengan agama dan aturan yang berlaku.

Klasifikasi Kelas Sosial



Pembagian Kelas Sosial terdiri atas 3 bagian yaitu:

a.
Berdasarkan Status Ekonomi.
1)
Aristoteles membagi masyarakat secara ekonomi menjadi kelas atau golongan:
- Golongan sangat kaya;
- Golongan kaya dan;
- Golongan miskin.
Aristoteles menggambarkan ketiga kelas tersebut seperti piramida:



Golongan pertama
:
merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat. Mereka terdiri dari pengusaha, tuan tanah dan bangsawan.
Golongan kedua
:
merupakan golongan yang cukup banyak terdapat di dalam masyarakat. Mereka terdiri dari para pedagang, dsbnya.
Golongan ketiga
:
merupakan golongan terbanyak dalam masyarakat. Mereka kebanyakan rakyat biasa.
2)
Karl Marx juga membagi masyarakat menjadi tiga golongan, yakni:
a. Golongan kapitalis atau borjuis : adalah mereka yang menguasai tanah dan alat produksi.
b. Golongan menengah : terdiri dari para pegawai pemerintah.
c. Golongan proletar : adalah mereka yang tidak memiliki tanah dan alat produksi. Termasuk     didalamnya adalah kaum buruh atau pekerja pabrik.
Menurut Karl Marx golongan menengah cenderung dimasukkan ke golongan kapatalis karena dalam kenyataannya golongan ini adalah pembela setia kaum kapitalis. Dengan demikian, dalam kenyataannya hanya terdapat dua golongan masyarakat, yakni golongan kapitalis atau borjuis dan golongan proletar.
3)
Pada masyarakat Amerika Serikat, pelapisan masyarakat dibagi menjadi enam kelas yakni:
a. Kelas sosial atas lapisan atas ( Upper-upper class)
b. Kelas sosial atas lapisan bawah ( Lower-upper class)
c. Kelas sosial menengah lapisan atas ( Upper-middle class)
d. Kelas sosial menengah lapisan bawah ( Lower-middle class)
e. Kelas sosial bawah lapisan atas ( Upper lower class)
f. Kelas sosial lapisan sosial bawah-lapisan bawah ( Lower-lower class)


Kelas sosial pertama
:
keluarga-keluarga yang telah lama kaya.
Kelas sosial kedua
:
belum lama menjadi kaya
Kelas sosial ketiga
:
pengusaha, kaum profesional
Kelas sosial keempat
:
pegawai pemerintah, kaum semi profesional, supervisor, pengrajin terkemuka
Kelas sosial kelima
:
pekerja tetap (golongan pekerja)
Kelas sosial keenam
:
para pekerja tidak tetap, pengangguran, buruh musiman, orang bergantung pada tunjangan.
4)
Dalam masyarakat Eropa dikenal 4 kelas, yakni:
1.
Kelas puncak (top class)
2.
Kelas menengah berpendidikan (academic middle class)
Kelas menengah ekonomi (economic middle class)
3.
Kelas pekerja (workmen dan Formensclass)
4.
Kelas bawah (underdog class)
b.
Berdasarkan Status Sosial
Kelas sosial timbul karena adanya perbedaan dalam penghormatan dan status sosialnya. Misalnya, seorang anggota masyarakat dipandang terhormat karena memiliki status sosial yang tinggi, dan seorang anggota masyarakat dipandang rendah karena memiliki status sosial yang rendah.
Contoh :
Pada masyarakat Bali, masyarakatnya dibagi dalam empat kasta, yakni Brahmana, Satria, Waisya dan Sudra. Ketiga kasta pertama disebut Triwangsa. Kasta keempat disebut Jaba. Sebagai tanda pengenalannya dapat kita temukan dari gelar seseorang. Gelar Ida Bagus dipakai oleh kasta Brahmana, gelar cokorda, Dewa, Ngakan dipakai oleh kasta Satria. Gelar Bagus, I Gusti dan Gusti dipakai oleh kasta Waisya, sedangkan gelar Pande, Khon, Pasek dipakai oleh kasta Sudra.
c.
Berdasarkan Status Politik
Secara politik, kelas sosial didasarkan pada wewenang dan kekuasaan. Seseorang yang mempunyai wewenang atau kuasa umumnya berada dilapisan tinggi, sedangkan yang tidak punya wewenang berada dilapisan bawah. Kelompok kelas sosial atas antara lain:
- pejabat eksekutif, tingkat pusat maupun desa.
- pejabat legislatif, dan
- pejabat yudikatif.
Pembagian kelas-kelas sosial dapat kita lihat dengan jelas pada hirarki militer.
A.
Kelas Sosial Atas (perwira)
Dari pangkat Kapten hingga Jendral
B.
Kelas sosial menengah (Bintara)
Dari pangkat Sersan dua hingga Sersan mayor
C.
Kelas sosial bawah (Tamtama)
Dari pangkat Prajurit hingga Kopral kepala

ANALISA STRUKTUR DAN TEKSTUR NASKAH “ANTIGONE” KARYA SOPHOKLES


1.               SINOPSIS
Naskah Antigone menceritakan tentang kisah kerajaan Thebes yang banyak mengalami konflik. Setelah Oedipus Sang raja Thebes, ayah kandung dari Antigone mengetahui fakta bahwa dia telah menikahi Jocasta ibu kandungnya sendiri, kekacauan tidak henti-hentinya terjadi dalam kerajaan Thebes. Konflik antara Antigone dengan Creon, pamannya yang menggantikan Oedipus sebagai raja Thebes mengakibatkan kembali datangnya bencana di kerajaan Thebes. Sebelumnya, sempat terjadi pertarungan antara saudara Antigone, Eteocles dan Polyneicies, yang mengakibatkan mereka berdua meninggal, namun jenazah mereka berdua diperlakukan secara berbeda. Creon tidak memperbolehkan seorangpun untuk mengubur jenazah Polyneicies tapi Antigone sebagai saudarinya ingin memperlakukan jenazah saudaranya itu dengan layak dan sesuai dengan perintah agama meski harus menentang perintah raja. Pada akhirnya Creon tau kalau jenazah Polyneicies telah dikuburkan oleh Antigone, Creon  pun murka dan menghukum Antigone. Namun kutukan dewa tidak berhenti sampai di situ, setelah Creon menghukum Antigone, kerajaan Thebes kembali mendapat masalah,  Haemon  anak  Creon  serta  istri  dari  Creon  ikut mati  bersama  Antigone.

2.      ANALISIS STUKTUR NASKAH
A.    PLOT
Herman. J. Waluyo  mendefenisikan  plot  sebagai  “Jaringan  cerita  atau kerangka  awal  sampai  akhir  yang  merupakan  jalinan  konflik  antara  tokoh yang mengalami kontradiksi atau pertentangan.” Plot yang digunakan dalam naskah Antigone adalah plot Aristotelian atau linier, sehingga cerita yang diangkat kedalam pertunjukan akan dimulai dari awal cerita hingga akhir.
Setelah dianalisa, dalam naskah ini terdapat beberapa konflik personal yang dihadirkan, namun secara garis besar plot yang ada dalam naskah Antigone karya Sophokles ini dibagi kedalam tiga bagian. Yaitu, eksposisi, klimaks dan resolusi.
Diawali pada bagian eksposisi dimana Antigone yang menemui Ismene saudarinya dan menceritakan perihal keinginannya menguburkan jenazah Polyneicies saudara mereka yang mati dalam pertengkaran dengan saudara mereka yang lain, Eteocles. Creon yang telah menganggap Polyneices sebagai seorang penghianat, merasa bahwa jenazah itu tidak pantas di kuburkan karena dia telah mengkhianati kerajaan. Dibantu ataupun tidak oleh Ismene, Antigone yang begitu setia dengan keluarganya ini ingin menguburkan dengan layak, Ismene tidak dapat melarang karena kuatnya keinginan dari Antigone. Sekalipun harus melarang perintah dari raja dengan tantangan di hukum mati, Antigone tetap teguh pada pendiriannya.

Ini terlihat dari dialog :
Antigone  : “Creon sang raja memutuskan untuk memperlakukan jenazah kedua saudara kita dengan cara yang berbeda. Jenazah Eteocles, ia makamkan dengan penghormatan lengkap, dengan upacara yang gemilang, ia antarkan sukamnya ke neraka. Tetapi untuk jenazah Polyneicies yang malang, ia kenakan larangan untuk menguburnya. Harus dibiarkan terkapar tanpa diratapi, menjadi mangsa burung-burung padang belantara. Kamu dan aku tak berdaya apa-apa.”
Ismene      : “Tak kan aku lupa pada agama, namun aku tak berdaya menghadapi aturan Negara.”
Serta dalam dialog :
Antigone     : “Bila itu pendirianmu, aku kecewa terhadapmu, demikian pula almarhum saudara kita. Ah, baiklah, kita berpisah secara baik-baik. Aku akan menempuh jalan kenekatanku. Akan kutanggung semua akibat. Tak ada kematian yang lebih mulia dari pada mati membela kebenaran.”
Ismene         : “Baik, Pergilah. Aku terpaksa berkata: Kamu setia tetapi tidak bijaksana.”
Bagian klimaks adalah ketika Creon mendengar kabar tentang seorang yang telah melanggar aturannya dengan cara menguburkan jenazah Polyneicies. Creon sangat murka dan menyuruh orang untuk mencari siapa pelakunya. Ketika mengetahui bahwa pelakunya adalah Antigone, Creon tetap bersikeras untuk menghukum mati, begitu juga terhadap Ismene yang telah merahasiakan niat Antigone untuk mengubur jenazah itu dan ingin ikut di hukum mati bersama Antigone. Setelah di hukum mati, Creon menceritakan semuanya kepada anaknya, Haemon, yang merupakan tunangan dari Antigone. Mendengar ini, Haemon merasa sakit hati kepada ayahnya dan memilih untuk menentang ayahnya dan pergi menyusul kematian Antigone.
Terlihat dari dialog :
Kapitan      : “…
                     Kamipun merapatkan mata agar terhindar dari alam yang murka. Akhirnya ketika semua telah mereda, kami lihat gadis ini menangis, seperti induk burung yang menagisi sarangnya yang kosong, ia melongo melihat mayat saudaranya terbongkar dari timbunan. Lalu ia  mulai mengeluarkan kutuk dan serapah. Kemudian ia timbun lagi mayat itu dengan debu, bahkan ia perciki dengan air suci yang dibawa dalam sebuah guci.
                     …”
Creon         : “Kamu! Yang matamu tunduk ke bumi. Apakah kamu mengaku salah di depan kami?”
Antigone    : “Tak akan kuingkari. Semua yang aku lakukan!”
Dan dari dialog :
Ismene       : “Sebagai seorang saudari, kenapa kamu sampai hati untuk menolak aku untuk membelamu, mengikuti mati?”
Antigone    : “Jangan kau asal ikut-ikutan. Jangan pula mengaku apa yang tidak kau lakukan. Aku pergi mati, satu kematian telah cukup memadai.”
Serta dalam dialog :
Creon            : “Nada perasaan kalimatmu cenderung pada Antigone.”
Haemon        : “Untuk kepentingan andalah aku punya perasaan.”
Creon            : “Elok! Kamu buktikan itu dengan cara menentangku!”
Haemon        : “Sebab paduka bersalah menurut pendapatku.”
Bagian ketiga adalah bagian resolusi dimana akhirnya Creon menyadari bahwa segala keegoisannya sebagai raja yang telah menentang dewa dengan membuat peraturan tentang larangan menguburkan jenazah Polineicies adalah kesalahan paling fatal. Seluruh keluarga akhirnya memilih untuk mati dan meninggalkannya.
Terlihat dari dialog :
Paduan Suara        : “Kekuatan apa yang bisa menahan kutukanmu, ya Dewa? Melawan alam pasti ada imbalannya, ibarat timbangan begitu lainnya. Ditekan di kiri, di kanan terasa akibatnya. Maha kuasa tak pernah tidur, selalu jaga, tak pernah tua, lebih luas dari angkasa, lebih tua dan lebih muda dari masa.”
Dan dalam dialog :
Paduan Suara        : “Sekali kamu kena kutukan dewa, akal sehatmu gampang tergoda. Kamu jadi jaya di dekat bencana, kamu jadi budak perasaanmu.”













B.     PENOKOHAN
Penokohan sangat berkaitan dengan perwatakan. Watak tokoh bisa dilihat dari catatan samping yang dibuat oleh penulis naskah ataupun juga dari warna dialog dan kalimat-kalimat yang diucapkan oleh tokoh. Setiap tokoh yang dihadirkan dalam naskah biasanya juga bisa diidentifikasi dari relasi antar tokohnya.
Relasi antar tokoh dalam naskah Antigone karya Sophokles adalah sebagai berikut :
a.         Antigone : Tokoh ini merupakan tokoh Protagonis, dimana Antigone mencoba tetap setia kepada keluarganya dan juga kepada Dewa sekalipun dia harus melawan perintah dari Raja Creon yang merupakan pamannya sendiri.
Antigone adalah saudari dari Ismene dan tunangan dari Haemon, anak Creon, sepupunya sendiri.
b.         Ismene : Tokoh ini merupakan tokoh Deutragonis, dimana Ismene mencoba memberikan nasihat dan juga patuh dan setia kepada saudarinya Antigone.
Ismene adalah Saudari dari Antigone, Keponakan dari Creon dan sepupu dari Haemon.
c.          Creon : Tokoh ini merupakan tokoh Antagonis, dimana Creon dengan keegoisannya sebagai raja Thebes meganggap keponakannya, Polineices sebagai pengkhianat dan melarang proses penguburan yang layak untuk kematiannya. Creon dengan keras kepala melawan Dewa dengan cara itu, membuat pada akhirnya kutukan Dewa justru semakin dekat dengannya.
Creon merupakan ayah dari Haemon, Paman dari Antigone dan Ismene.
d.        Haemon : Tokoh ini merupakan tokoh Deutragonis, dimana dia mencoba memberikan pembelaan terhadap keputusan Antigone untuk menguburkan jenazah Polineicies dan menentang Creon.
Haemon merupakan anak dari raja Creon, tunangan dari Antigone dan sepupu dari Ismene.
e.         Kapitan : Tokoh ini merupakan tokoh Utility. Dimana tokoh ini yang memberi kabar kepada Creon tentang orang yang telah melanggar aturannya dengan cara menguburkan jenazah Poliniecies.
Kapitan merupakan tokoh suruhan dari Creon.
f.           Paduan Suara : Merupakan tokoh Raisounneur. Tokoh ini merupakan kumpulan beberapa orang yang mewakili warga kota Thebes. Tokoh ini juga merupakan narator dari bagian cerita yang menceritakan narasi cerita yang tidak didialogkan kepada penonton.
Analisa karakter tokoh dalam naskah Antigone karya Sophokles adalah sebagai berikut :
a.      Antigone
·         Psikologis : Seorang gadis yang penyayang dan setia kepada keluarganya, patuh pada Dewa, keras kepala dalam pendiriannya serta nekad.
Terlihat dari dialog :
Antigone    : “…
                     Aku akan mengubur jenazah saudara kita, aku siap menghadapi maut kija itu akibatnya. Seandainya dianggap sebagai kejahatan, maka ini adalah kejahatan yang diperintahkan Dewa. Setelah itu aku baru bisa menghadapi saudara kita sebagai teman dan bisa tahan memandang wajahnya. Kenapa aku tak memilih berbakti kepada yang mati? Adakah kebadian di dunia sana. Sekarang terserah kepadamu apabila kamu ingin lupa pada agama.”
Ismene       : “Tak pernah aku lupa pada agama, namun aku tak berdaya menghadapi aturan Negara.”
·         Sosiologis : Antigone adalah keturunan raja yang sangat disegani oleh semua orang, meskipun begitu, kesalahan masa lalu dari Oedipus, ayahnya telah membuatnya menjadi keturunan dari seorang pembangkang yang dikutuk dewa.
Terlihat dari dialog :
Ismene       : “Apa kau lupa, bagaimana ayah ditindas, dihina dan meninggal dunia? Betapa ia bertanya dan mengungkapkan dosanya? Kemudian menusuk kedua matanya sendiri hingga buta.
Dan lalu Jocasta yang menjadi istri sekaligus ibunya sendiri itu mati gantung diri? Selanjutnya kedua saudara kita bertengkar, berperang dan saling berbunuhan. Dan kini kamu dan aku tinggal sendiri. Betapa sempurnanya kemalangan kita apabila akhirnya kedua kita binasa karena melanggar undang-undang kepala Negara.”
·         Fisiologis : Antigone adalah seorang gadis yang cantik tetapi memiliki wajah yang dirundung duka.


b.      Ismene
·         Psikologis : Ismene adalah gadis yang setia kepada Dewa dan keluarganya, hanya saja dia bukan orang yang gegabah dalam melawan perintah raja.
Terlihat dari dialog :
Ismene       : “Apa kau lupa, bagaimana ayah ditindas, dihina dan meninggal dunia? Betapa ia bertanya dan mengungkapkan dosanya? Kemudian menusuk kedua matanya sendiri hingga buta.
Dan lalu Jocasta yang menjadi istri sekaligus ibunya sendiri itu mati gantung diri? Selanjutnya kedua saudara kita bertengkar, berperang dan saling berbunuhan. Dan kini kamu dan aku tinggal sendiri. Betapa sempurnanya kemalangan kita apabila akhirnya kedua kita binasa karena melanggar undang-undang kepala Negara.”
Dan dalam dialog :
Antigone       : “Ingat ucapan kita dulu. Kau pilih hidup dan aku memilih mati.”
Ismene          : “Waktu itu aku tidak mengungkapkan isi hatiku yang terdalam.”
Antigone       : “Namun waktu itu suaramu penuh kesadaran.”
Ismene          : “Betapapun, hukuman ini harus kita tanggung bersama.”
·         Sosiologis : Sama seperti Antigone, Ismene adalah keturunan raja yang sangat disegani oleh semua orang, meskipun begitu, kesalahan masa lalu dari Oedipus, ayahnya telah membuatnya menjadi keturunan dari seorang pembangkang yang dikutuk dewa.
·         Fisiologis : Tidak ada gambaran dari dalam naskah tentang fisiologis dari Ismene, tapi selayaknya seorang putrid maka, Ismene merupakan seorang gadis yang cantik.

c.       Creon
·         Psikologis           : Creon adalah seorang raja yang sangat tegas, terkadang ketegasannya hingga menghilangkan ketaatannya kepada Dewa, egois dan keras kepala.
Terlihat dari dialog :
Creon                   : “Apa menurut kalian peraturan baru dariku?”
Paduan Suara       : “Seandainya kami masih muda, kecaman kami tentunya ada…”
Creon                   : “Tak bisa di rubah lagi, peraturan sudah ditetapkan, perintah sudah diturunkan. Mayat sudah dijaga.”
·         Sosiologis            : Sebagai seorang raja, Creon tidak terlalu memperdulikan apa yang ada dalam fikiran orang lain. Posisinya sebagai raja membuatnya bisa melakukan apa saja yang tidak boleh dilanggar oleh orang lain.
Terlihat dari dialog :
Paduan Suara    : “Kami mengerti maksudmu. Sabdamu menjadi undang-undang, dan kamu mengatur hidup mati rakyatmu.”
·         Fisiologis : Tidak ada gambaran fisiologis tentang Creaon di dalam naskah, tetapi berdasarkan analisa dari penokohan, Creon merupakan seorang laki-laki kuat yang bertubuh besar.
d.     Haemon
·         Psikologis           : Haemon merupakan laki-laki yang setia pada cinta, dia patuh kepada kebenaran sehingga membuatnya berani melawan Creon, ayahnya sendiri.
Terlihat dari dialog :
Creon          : “Hal menduga yang tepat pada saat ini adalah bertanya. Haemon, putraku, kamu telah mendengar perintahku. Apakah kamu kemari untuk mengecamku, membela tunanganmu ataukah kamu akan setia kepada Bapak dalam hal apa saja?”
Haemon       : “Aku putramu, selama Anda adil dan bijaksana, aku akan patuh dan setia. Tak mungkin aku menganggap perkawinan pribadi lebih penting dari urusan Negara.”
Dan dalam dialog :
Creon          : “Apa? Apakah aku akan membiarkan diriku di nasehati oleh anak ingusan? Lelaki yang penuh asam garam seperti ku?
Haemon       : “Usulku toh tidak bertentangan dengan undang-undang. Barangkali aku memang ingusan, tetapi nilailah aku menurut pendapatku.”
·         Sosiologis            : Haemon yang merupakan anak seorang raja adalah seorang yang cukup di hormati pendapatnya oleh masyarakat Thebes.
·         Fisiologis : Tidak ada gambaran fisiologis tentang tokoh ini dalam naskah, tetapi berdasarkan analisa, maka tokoh seorang pangeran seperti Haemon adalah seorang pemuda tampan yang gagah.
e.      Kapitan
·         Psikologis           : Tokoh ini merupakan tokoh yang taat dan takut kepada raja Creon, dia mengikuti segala kehendak dari Creon meskipun kadang bathinnya menolak dengan titah yang diberikan oleh raja.
Terlihat dari dialog :
Kapitan       : “Sebelumnya aku mau menjelaskan kedudukan ku. Bukan aku yang melakukan dan tidak melihat yang melakukan. Jadi, Tuan ku, sudah terang aku tidak bersalah.”
Creon          : “Demi Dewa, sampaikan dulu laporanmu! Sesudah itu enyahlah!”
·         Sosiologis            : Sebagai abdi dari kerajaan Thebes, maka tokoh ini adalah tokoh yang juga hidup dalam kalangan kerajaan.
·         Fisiologis : Tidak ada gambaran fisiologis di dalam naskah tentang tokoh ini, tapi berdasarkan analisa, tokoh ini merupakan tokoh yang berposisi sebagai pengawal, artinya tokoh ini sudah dapat dipastikan memiliki fisik yang kuat.
f.        Paduan Suara
·         Psikologis           : Tokoh-tokoh paduan suara adalah tokoh yang merepresentasikan rakyat Thebes, tokoh-tokoh ini cenderung patuh kepada perintah dari raja.
·         Sosiologis            : Sebagai rakyat jelata, maka tokoh-tokoh hanyalah orang-orang biasa yang tidak bisa melawan kepada segala aturan yang telah di tetapkan.
·         Fisiologis : Karena tokoh ini merepresentasikan banyak orang, maka tidak ada karakter fisiologis yang pasti dalam naskah ini.

C.     LATAR/SETTING
Pemahaman terhadap latar dalam sebuah cerita tidak sekedar berfungsi sebagai pemahaman ruang atau tempat dimana peristiwa itu terjadi, tetapi juga berkaitan dengan sesuatu yang melandasi konflik di dalam cerita. Pemahaman terhadap latar juga mengkaji berbagai implikasi psikologi yang ditimbulkan oleh latar para tokoh. Seperti yang diungkapkan Jacob Sumarjo, bahwa latar adalah persoalan yang menyangkut peristiwa  dan kurun waktu terjadinya peristiwa lakon.
Latar biasanya meliputi 3 dimensi, yaitu tempat dan ruang, latar waktu dan latar suasana. Latar tempat dan ruang menjelaskan tentang dimana peristiwa itu berlangsung, sehingga memudahkan penonton dalam menganalisa sosiokultural, antropogis dan geografis dari peristiwa yang dihadirkan.
Latar waktu memberikan pemahaman terhadap waktu kejadian peristiwa di dalam naskah. Pemahaman terhadap latar waktu menjadi parameter bagi penonton terhadap pandangan filosofis yang coba ditawarkan dan juga berkaitan dengan zaman apa peristiwa itu terjadi.
Latar suasana adalah gambaran dari suasana yang dihadirkan oleh pengarang dari dalam naskah, hal ini merupakan wujud dari alur dan juga bangunan konflik yang mengandung dramatic action, sehingga penonton mendapatkan sugesti dari apa yang ditontonnya.
Dalam naskah Antigone karya Sophokles, terdapat beberapa latar tempat dan ruang. Pada adegan awal adalah adegan dimana Antigone dan Ismene bercerita di depan istana, Creon yang memberi perintah untuk rakyatnya di tengah kota serta di dalam istana.
Terlihat dari dialog :
Antigone     : “Itu sudah kuduga. Itulah sebabnya aku tarik kau kemari, keluar istana. Supaya bisa lebih bebas berbicara.”


Serta dari dialog :
Antigone : “Sekarang Creon sang raja tengah bersiap-siap keluar istana untuk memimpin sendiri pelaksanaan pengumumannya.
                        …”
Latar waktu dari naskah ini adalah pada zaman Yunani klasik, dimana manusia masih percaya dengan segala tujuman Dewa, ketimpangan sosial antara raja dan rakyatnya yang sangat terasa, kehidupan dimana rakyat masih harus menjadi budak dari kekuatan rajanya.
Terlihat dari dialog :
Paduan Suara        : “Kekuatan apa yang bisa menahan kutukanmu, ya Dewa? Melawan alam pasti ada imbalannya, ibarat timbangan begitu laiknya. Ditekan di kiri, di kanan terasa akibatnya. Maha kuasa tak pernah tidur, selalu jaga, tak pernah tua, lebih luas dari angkasa, lebih tua dan lebih muda dari masa.”
Untuk latar suasana dalam naskah ini adalah suasana ketragisan yang berulang-ulang terjadi dalam kehidupan keluarga kerajaan Thebes, ketidak percayaannya satu sama lain membuat mereka saling membenci dan membunuh. Antigone yang terjebak di dalam keluarga ini merasa satu-satunya cara agar kutukan hidup keluarganya dapat hilang adalah dengan mengikuti perintah dari Dewa sekalipun itu beresiko seharga nyawanya sendiri.
Terlihat dari dialog :
Ismene            : “Apa kau lupa, bagaimana ayah ditindas, dihina dan meninggal dunia? Betapa ia bertanya dan mengungkapkan dosanya? Kemudian menusuk kedua matanya sendiri hingga buta.
                          Dan lalu Jocasta yang menjadi istri sekaligus ibunya sendiri itu mati gantung diri? Selanjutnya kedua saudara kita bertengkar, berperang dan saling berbunuhan. Dan kini kamu dan aku tinggal sendiri. Betapa sempurnanya kemalangan kita apabila akhirnya kedua kita binasa karena melanggar undang-undang kepala Negara.”

D.    TEMA
Tema dapat dilihat dari rumusan peristiwa, selain itu juga dapat dilihat dari penokohan dan latar setting. Tema adalah inti permasalahan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam karyanya. Oleh sebab itu, tema merupakan konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait dengan penokohan dan latar setting. Dalam sebuah drama banyak peristiwa yang terjadi dan masing-masing permasalahan memiliki pengembangan dari masalahnya. Pembahasan tentang tema biasanya sangat terkait dengan struktur dramatik dari cerita. Semakin lengkap, kuat dan mendalam pengalaman jiwa pengarangnya maka akan semakin kuat tema yang dikemukakan.
Dalam naskah Antigone karya Sophokles secara garis besar mengandung tema sebagai berikut :
·            Tema Mayor : Manusia tidak akan mampu mengalahkan keinginan Dewa terhadap hidupnya (takdir).
Tema Minor : Kesetiaan seseorang terhadap keluarganya tidak dapat dihapuskan sekalipun keluarga itu telah dipisahkan oleh maut.