1.
SINOPSIS
Naskah Antigone menceritakan tentang kisah
kerajaan Thebes yang banyak mengalami
konflik. Setelah Oedipus Sang raja Thebes,
ayah kandung dari Antigone mengetahui fakta bahwa dia telah menikahi Jocasta
ibu kandungnya sendiri, kekacauan tidak henti-hentinya terjadi dalam kerajaan Thebes. Konflik antara Antigone dengan
Creon, pamannya yang menggantikan Oedipus sebagai raja Thebes mengakibatkan kembali datangnya bencana di kerajaan Thebes. Sebelumnya, sempat terjadi
pertarungan antara saudara Antigone, Eteocles dan Polyneicies, yang mengakibatkan
mereka berdua meninggal, namun jenazah mereka berdua diperlakukan secara
berbeda. Creon tidak memperbolehkan seorangpun untuk mengubur jenazah
Polyneicies tapi Antigone sebagai saudarinya ingin memperlakukan jenazah
saudaranya itu dengan layak dan sesuai dengan perintah agama meski harus
menentang perintah raja. Pada akhirnya Creon tau kalau jenazah Polyneicies
telah dikuburkan oleh Antigone, Creon pun
murka dan menghukum Antigone. Namun kutukan dewa tidak berhenti sampai di situ,
setelah Creon menghukum Antigone, kerajaan Thebes
kembali mendapat masalah, Haemon anak Creon
serta istri dari Creon
ikut mati bersama Antigone.
2. ANALISIS STUKTUR NASKAH
A.
PLOT
Herman. J. Waluyo mendefenisikan plot sebagai “Jaringan cerita atau kerangka awal sampai akhir yang merupakan jalinan konflik antara tokoh yang mengalami kontradiksi atau
pertentangan.” Plot yang digunakan dalam naskah Antigone adalah plot Aristotelian
atau linier, sehingga cerita yang diangkat kedalam
pertunjukan akan dimulai dari awal cerita hingga akhir.
Setelah dianalisa, dalam naskah ini
terdapat beberapa konflik personal yang dihadirkan, namun secara garis besar
plot yang ada dalam naskah Antigone karya
Sophokles ini dibagi kedalam tiga bagian. Yaitu, eksposisi, klimaks dan
resolusi.
Diawali pada bagian eksposisi dimana Antigone
yang menemui Ismene saudarinya dan menceritakan perihal keinginannya
menguburkan jenazah Polyneicies saudara mereka yang mati dalam pertengkaran
dengan saudara mereka yang lain, Eteocles. Creon yang telah menganggap Polyneices
sebagai seorang penghianat, merasa bahwa jenazah itu tidak pantas di kuburkan
karena dia telah mengkhianati kerajaan. Dibantu ataupun tidak oleh Ismene,
Antigone yang begitu setia dengan keluarganya ini ingin menguburkan dengan
layak, Ismene tidak dapat melarang karena kuatnya keinginan dari Antigone.
Sekalipun harus melarang perintah dari raja dengan tantangan di hukum mati, Antigone
tetap teguh pada pendiriannya.
Ini terlihat dari dialog :
Antigone : “Creon sang raja memutuskan untuk
memperlakukan jenazah kedua saudara kita dengan cara yang berbeda. Jenazah
Eteocles, ia makamkan dengan penghormatan lengkap, dengan upacara yang
gemilang, ia antarkan sukamnya ke neraka. Tetapi untuk jenazah Polyneicies yang
malang, ia kenakan larangan untuk menguburnya. Harus dibiarkan terkapar tanpa
diratapi, menjadi mangsa burung-burung padang belantara. Kamu dan aku tak
berdaya apa-apa.”
Ismene : “Tak kan aku lupa pada agama, namun aku
tak berdaya menghadapi aturan Negara.”
Serta dalam dialog :
Antigone : “Bila itu pendirianmu, aku kecewa
terhadapmu, demikian pula almarhum saudara kita. Ah, baiklah, kita berpisah
secara baik-baik. Aku akan menempuh jalan kenekatanku. Akan kutanggung semua
akibat. Tak ada kematian yang lebih mulia dari pada mati membela kebenaran.”
Ismene : “Baik, Pergilah. Aku terpaksa
berkata: Kamu setia tetapi tidak bijaksana.”
Bagian klimaks adalah ketika Creon
mendengar kabar tentang seorang yang telah melanggar aturannya dengan cara
menguburkan jenazah Polyneicies. Creon sangat murka dan menyuruh orang untuk
mencari siapa pelakunya. Ketika mengetahui bahwa pelakunya adalah Antigone,
Creon tetap bersikeras untuk menghukum mati, begitu juga terhadap Ismene yang
telah merahasiakan niat Antigone untuk mengubur jenazah itu dan ingin ikut di
hukum mati bersama Antigone. Setelah di hukum mati, Creon menceritakan semuanya
kepada anaknya, Haemon, yang merupakan tunangan dari Antigone. Mendengar ini,
Haemon merasa sakit hati kepada ayahnya dan memilih untuk menentang ayahnya dan
pergi menyusul kematian Antigone.
Terlihat dari dialog :
Kapitan : “…
Kamipun merapatkan mata
agar terhindar dari alam yang murka. Akhirnya ketika semua telah mereda, kami
lihat gadis ini menangis, seperti induk burung yang menagisi sarangnya yang
kosong, ia melongo melihat mayat saudaranya terbongkar dari timbunan. Lalu
ia mulai mengeluarkan kutuk dan serapah.
Kemudian ia timbun lagi mayat itu dengan debu, bahkan ia perciki dengan air
suci yang dibawa dalam sebuah guci.
…”
Creon : “Kamu! Yang matamu tunduk ke bumi.
Apakah kamu mengaku salah di depan kami?”
Antigone : “Tak akan kuingkari. Semua yang aku
lakukan!”
Dan dari dialog :
Ismene : “Sebagai seorang saudari, kenapa kamu
sampai hati untuk menolak aku untuk membelamu, mengikuti mati?”
Antigone : “Jangan kau asal ikut-ikutan. Jangan pula
mengaku apa yang tidak kau lakukan. Aku pergi mati, satu kematian telah cukup
memadai.”
Serta dalam dialog :
Creon : “Nada perasaan kalimatmu cenderung pada Antigone.”
Haemon : “Untuk kepentingan andalah aku punya perasaan.”
Creon : “Elok! Kamu buktikan itu dengan cara menentangku!”
Haemon : “Sebab paduka bersalah menurut pendapatku.”
Bagian ketiga adalah bagian resolusi
dimana akhirnya Creon menyadari bahwa segala keegoisannya sebagai raja yang
telah menentang dewa dengan membuat peraturan tentang larangan menguburkan
jenazah Polineicies adalah kesalahan paling fatal. Seluruh keluarga akhirnya
memilih untuk mati dan meninggalkannya.
Terlihat dari dialog :
Paduan Suara : “Kekuatan apa yang bisa menahan
kutukanmu, ya Dewa? Melawan alam pasti ada imbalannya, ibarat timbangan begitu
lainnya. Ditekan di kiri, di kanan terasa akibatnya. Maha kuasa tak pernah
tidur, selalu jaga, tak pernah tua, lebih luas dari angkasa, lebih tua dan
lebih muda dari masa.”
Dan dalam dialog :
Paduan Suara : “Sekali kamu kena kutukan dewa, akal
sehatmu gampang tergoda. Kamu jadi jaya di dekat bencana, kamu jadi budak
perasaanmu.”
B. PENOKOHAN
Penokohan sangat berkaitan dengan
perwatakan. Watak tokoh bisa dilihat dari catatan samping yang dibuat oleh
penulis naskah ataupun juga dari warna dialog dan kalimat-kalimat yang
diucapkan oleh tokoh. Setiap tokoh yang dihadirkan dalam naskah biasanya juga
bisa diidentifikasi dari relasi antar tokohnya.
Relasi antar tokoh dalam naskah Antigone karya Sophokles adalah sebagai berikut :
a.
Antigone : Tokoh ini
merupakan tokoh Protagonis, dimana
Antigone mencoba tetap setia kepada keluarganya dan juga kepada Dewa sekalipun
dia harus melawan perintah dari Raja Creon yang merupakan pamannya sendiri.
Antigone
adalah saudari dari Ismene dan tunangan dari Haemon, anak Creon, sepupunya
sendiri.
b.
Ismene : Tokoh ini
merupakan tokoh Deutragonis, dimana
Ismene mencoba memberikan nasihat dan juga patuh dan setia kepada saudarinya
Antigone.
Ismene
adalah Saudari dari Antigone, Keponakan dari Creon dan sepupu dari Haemon.
c.
Creon : Tokoh ini
merupakan tokoh Antagonis, dimana
Creon dengan keegoisannya sebagai raja Thebes
meganggap keponakannya, Polineices sebagai pengkhianat dan melarang proses
penguburan yang layak untuk kematiannya. Creon dengan keras kepala melawan Dewa
dengan cara itu, membuat pada akhirnya kutukan Dewa justru semakin dekat
dengannya.
Creon
merupakan ayah dari Haemon, Paman dari Antigone dan Ismene.
d.
Haemon : Tokoh ini
merupakan tokoh Deutragonis, dimana
dia mencoba memberikan pembelaan terhadap keputusan Antigone untuk menguburkan
jenazah Polineicies dan menentang Creon.
Haemon
merupakan anak dari raja Creon, tunangan dari Antigone dan sepupu dari Ismene.
e.
Kapitan : Tokoh ini
merupakan tokoh Utility. Dimana tokoh
ini yang memberi kabar kepada Creon tentang orang yang telah melanggar
aturannya dengan cara menguburkan jenazah Poliniecies.
Kapitan
merupakan tokoh suruhan dari Creon.
f.
Paduan Suara : Merupakan
tokoh Raisounneur. Tokoh ini
merupakan kumpulan beberapa orang yang mewakili warga kota Thebes. Tokoh ini juga merupakan narator dari bagian cerita yang
menceritakan narasi cerita yang tidak didialogkan kepada penonton.
Analisa karakter tokoh dalam naskah Antigone karya Sophokles
adalah sebagai berikut :
a.
Antigone
·
Psikologis : Seorang gadis yang penyayang dan
setia kepada keluarganya, patuh pada Dewa, keras kepala dalam pendiriannya
serta nekad.
Terlihat dari
dialog :
Antigone : “…
Aku akan mengubur jenazah
saudara kita, aku siap menghadapi maut kija itu akibatnya. Seandainya dianggap
sebagai kejahatan, maka ini adalah kejahatan yang diperintahkan Dewa. Setelah
itu aku baru bisa menghadapi saudara kita sebagai teman dan bisa tahan
memandang wajahnya. Kenapa aku tak memilih berbakti kepada yang mati? Adakah
kebadian di dunia sana. Sekarang terserah kepadamu apabila kamu ingin lupa pada
agama.”
Ismene : “Tak pernah aku lupa pada agama, namun
aku tak berdaya menghadapi aturan Negara.”
·
Sosiologis : Antigone adalah keturunan raja
yang sangat disegani oleh semua orang, meskipun begitu, kesalahan masa lalu
dari Oedipus, ayahnya telah membuatnya menjadi keturunan dari seorang
pembangkang yang dikutuk dewa.
Terlihat dari
dialog :
Ismene : “Apa kau lupa, bagaimana ayah ditindas,
dihina dan meninggal dunia? Betapa ia bertanya dan mengungkapkan dosanya?
Kemudian menusuk kedua matanya sendiri hingga buta.
Dan lalu Jocasta
yang menjadi istri sekaligus ibunya sendiri itu mati gantung diri? Selanjutnya
kedua saudara kita bertengkar, berperang dan saling berbunuhan. Dan kini kamu
dan aku tinggal sendiri. Betapa sempurnanya kemalangan kita apabila akhirnya
kedua kita binasa karena melanggar undang-undang kepala Negara.”
·
Fisiologis : Antigone adalah seorang gadis
yang cantik tetapi memiliki wajah yang dirundung duka.
b.
Ismene
·
Psikologis : Ismene adalah gadis yang setia
kepada Dewa dan keluarganya, hanya saja dia bukan orang yang gegabah dalam
melawan perintah raja.
Terlihat dari
dialog :
Ismene : “Apa kau lupa, bagaimana ayah ditindas,
dihina dan meninggal dunia? Betapa ia bertanya dan mengungkapkan dosanya?
Kemudian menusuk kedua matanya sendiri hingga buta.
Dan lalu Jocasta
yang menjadi istri sekaligus ibunya sendiri itu mati gantung diri? Selanjutnya
kedua saudara kita bertengkar, berperang dan saling berbunuhan. Dan kini kamu
dan aku tinggal sendiri. Betapa sempurnanya kemalangan kita apabila akhirnya
kedua kita binasa karena melanggar undang-undang kepala Negara.”
Dan dalam dialog
:
Antigone : “Ingat ucapan kita dulu. Kau pilih
hidup dan aku memilih mati.”
Ismene : “Waktu itu aku tidak mengungkapkan
isi hatiku yang terdalam.”
Antigone : “Namun waktu itu suaramu penuh
kesadaran.”
Ismene : “Betapapun, hukuman ini harus kita
tanggung bersama.”
·
Sosiologis : Sama seperti Antigone, Ismene
adalah keturunan raja yang sangat disegani oleh semua orang, meskipun begitu,
kesalahan masa lalu dari Oedipus, ayahnya telah membuatnya menjadi keturunan
dari seorang pembangkang yang dikutuk dewa.
·
Fisiologis :
Tidak ada gambaran dari dalam naskah tentang fisiologis dari Ismene, tapi
selayaknya seorang putrid maka, Ismene merupakan seorang gadis yang cantik.
c.
Creon
·
Psikologis : Creon adalah seorang raja yang
sangat tegas, terkadang ketegasannya hingga menghilangkan ketaatannya kepada
Dewa, egois dan keras kepala.
Terlihat dari dialog :
Creon : “Apa
menurut kalian peraturan baru dariku?”
Paduan Suara : “Seandainya
kami masih muda, kecaman kami tentunya ada…”
Creon : “Tak bisa
di rubah lagi, peraturan sudah ditetapkan, perintah sudah diturunkan. Mayat
sudah dijaga.”
·
Sosiologis : Sebagai seorang raja, Creon tidak
terlalu memperdulikan apa yang ada dalam fikiran orang lain. Posisinya sebagai
raja membuatnya bisa melakukan apa saja yang tidak boleh dilanggar oleh orang
lain.
Terlihat dari dialog :
Paduan Suara : “Kami mengerti
maksudmu. Sabdamu menjadi undang-undang, dan kamu mengatur hidup mati
rakyatmu.”
·
Fisiologis : Tidak ada gambaran
fisiologis tentang Creaon di dalam naskah, tetapi berdasarkan analisa dari
penokohan, Creon merupakan seorang laki-laki kuat yang bertubuh besar.
d.
Haemon
·
Psikologis : Haemon merupakan laki-laki yang
setia pada cinta, dia patuh kepada kebenaran sehingga membuatnya berani melawan
Creon, ayahnya sendiri.
Terlihat dari dialog :
Creon : “Hal menduga yang
tepat pada saat ini adalah bertanya. Haemon, putraku, kamu telah mendengar
perintahku. Apakah kamu kemari untuk mengecamku, membela tunanganmu ataukah
kamu akan setia kepada Bapak dalam hal apa saja?”
Haemon : “Aku putramu, selama
Anda adil dan bijaksana, aku akan patuh dan setia. Tak mungkin aku menganggap
perkawinan pribadi lebih penting dari urusan Negara.”
Dan dalam dialog :
Creon : “Apa? Apakah aku
akan membiarkan diriku di nasehati oleh anak ingusan? Lelaki yang penuh asam
garam seperti ku?
Haemon : “Usulku toh tidak
bertentangan dengan undang-undang. Barangkali aku memang ingusan, tetapi
nilailah aku menurut pendapatku.”
·
Sosiologis : Haemon yang merupakan anak seorang
raja adalah seorang yang cukup di hormati pendapatnya oleh masyarakat Thebes.
·
Fisiologis : Tidak ada gambaran fisiologis tentang tokoh
ini dalam naskah, tetapi berdasarkan analisa, maka tokoh seorang pangeran
seperti Haemon adalah seorang pemuda tampan yang gagah.
e.
Kapitan
·
Psikologis :
Tokoh ini merupakan tokoh yang taat dan takut kepada raja Creon, dia mengikuti
segala kehendak dari Creon meskipun kadang bathinnya menolak dengan titah yang
diberikan oleh raja.
Terlihat dari
dialog :
Kapitan : “Sebelumnya aku mau menjelaskan
kedudukan ku. Bukan aku yang melakukan dan tidak melihat yang melakukan. Jadi,
Tuan ku, sudah terang aku tidak bersalah.”
Creon : “Demi Dewa, sampaikan dulu
laporanmu! Sesudah itu enyahlah!”
·
Sosiologis :
Sebagai abdi dari kerajaan Thebes,
maka tokoh ini adalah tokoh yang juga hidup dalam kalangan kerajaan.
·
Fisiologis :
Tidak ada gambaran fisiologis di dalam naskah tentang tokoh ini, tapi
berdasarkan analisa, tokoh ini merupakan tokoh yang berposisi sebagai pengawal,
artinya tokoh ini sudah dapat dipastikan memiliki fisik yang kuat.
f.
Paduan Suara
·
Psikologis :
Tokoh-tokoh paduan suara adalah tokoh yang merepresentasikan rakyat Thebes, tokoh-tokoh ini cenderung patuh
kepada perintah dari raja.
·
Sosiologis :
Sebagai rakyat jelata, maka tokoh-tokoh hanyalah orang-orang biasa yang tidak
bisa melawan kepada segala aturan yang telah di tetapkan.
·
Fisiologis :
Karena tokoh ini merepresentasikan banyak orang, maka tidak ada karakter
fisiologis yang pasti dalam naskah ini.
C.
LATAR/SETTING
Pemahaman terhadap latar dalam sebuah
cerita tidak sekedar berfungsi sebagai pemahaman ruang atau tempat dimana
peristiwa itu terjadi, tetapi juga berkaitan dengan sesuatu yang melandasi
konflik di dalam cerita. Pemahaman terhadap latar juga mengkaji berbagai
implikasi psikologi yang ditimbulkan oleh latar para tokoh. Seperti yang
diungkapkan Jacob Sumarjo, bahwa latar adalah persoalan yang menyangkut
peristiwa dan kurun waktu terjadinya
peristiwa lakon.
Latar biasanya meliputi 3 dimensi, yaitu
tempat dan ruang, latar waktu dan latar suasana. Latar tempat dan ruang
menjelaskan tentang dimana peristiwa itu berlangsung, sehingga memudahkan
penonton dalam menganalisa sosiokultural, antropogis dan geografis dari
peristiwa yang dihadirkan.
Latar waktu memberikan pemahaman terhadap
waktu kejadian peristiwa di dalam naskah. Pemahaman terhadap latar waktu
menjadi parameter bagi penonton terhadap pandangan filosofis yang coba
ditawarkan dan juga berkaitan dengan zaman apa peristiwa itu terjadi.
Latar suasana adalah gambaran dari suasana
yang dihadirkan oleh pengarang dari dalam naskah, hal ini merupakan wujud dari
alur dan juga bangunan konflik yang mengandung dramatic action, sehingga penonton mendapatkan sugesti dari apa
yang ditontonnya.
Dalam naskah Antigone
karya Sophokles, terdapat beberapa
latar tempat dan ruang. Pada adegan awal adalah adegan dimana Antigone dan
Ismene bercerita di depan istana, Creon yang memberi perintah untuk rakyatnya
di tengah kota serta di dalam istana.
Terlihat dari dialog :
Antigone : “Itu sudah kuduga.
Itulah sebabnya aku tarik kau kemari, keluar istana. Supaya bisa lebih bebas
berbicara.”
Serta dari dialog :
Antigone : “Sekarang Creon sang raja tengah bersiap-siap keluar istana
untuk memimpin sendiri pelaksanaan pengumumannya.
…”
Latar waktu dari naskah ini adalah pada zaman Yunani
klasik, dimana manusia masih percaya dengan segala tujuman Dewa, ketimpangan
sosial antara raja dan rakyatnya yang sangat terasa, kehidupan dimana rakyat
masih harus menjadi budak dari kekuatan rajanya.
Terlihat dari dialog :
Paduan Suara : “Kekuatan apa yang bisa menahan
kutukanmu, ya Dewa? Melawan alam pasti ada imbalannya, ibarat timbangan begitu
laiknya. Ditekan di kiri, di kanan terasa akibatnya. Maha kuasa tak pernah
tidur, selalu jaga, tak pernah tua, lebih luas dari angkasa, lebih tua dan
lebih muda dari masa.”
Untuk latar suasana dalam naskah ini adalah suasana
ketragisan yang berulang-ulang terjadi dalam kehidupan keluarga kerajaan
Thebes, ketidak percayaannya satu sama lain membuat mereka saling membenci dan
membunuh. Antigone yang terjebak di dalam keluarga ini merasa satu-satunya cara
agar kutukan hidup keluarganya dapat hilang adalah dengan mengikuti perintah
dari Dewa sekalipun itu beresiko seharga nyawanya sendiri.
Terlihat dari dialog :
Ismene : “Apa kau lupa, bagaimana ayah
ditindas, dihina dan meninggal dunia? Betapa ia bertanya dan mengungkapkan
dosanya? Kemudian menusuk kedua matanya sendiri hingga buta.
Dan lalu Jocasta
yang menjadi istri sekaligus ibunya sendiri itu mati gantung diri? Selanjutnya
kedua saudara kita bertengkar, berperang dan saling berbunuhan. Dan kini kamu
dan aku tinggal sendiri. Betapa sempurnanya kemalangan kita apabila akhirnya
kedua kita binasa karena melanggar undang-undang kepala Negara.”
D.
TEMA
Tema dapat dilihat dari rumusan peristiwa,
selain itu juga dapat dilihat dari penokohan dan latar setting. Tema adalah
inti permasalahan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam karyanya. Oleh
sebab itu, tema merupakan konklusi dari berbagai peristiwa yang terkait dengan
penokohan dan latar setting. Dalam sebuah drama banyak peristiwa yang terjadi
dan masing-masing permasalahan memiliki pengembangan dari masalahnya.
Pembahasan tentang tema biasanya sangat terkait dengan struktur dramatik dari
cerita. Semakin lengkap, kuat dan mendalam pengalaman jiwa pengarangnya maka
akan semakin kuat tema yang dikemukakan.
Dalam naskah Antigone karya Sophokles secara garis besar mengandung tema sebagai berikut :
·
Tema Mayor :
Manusia tidak akan mampu mengalahkan keinginan Dewa terhadap hidupnya (takdir).
Tema Minor : Kesetiaan
seseorang terhadap keluarganya tidak dapat dihapuskan sekalipun keluarga itu
telah dipisahkan oleh maut.